Jumat, 25 Juni 2010

BAB DZIKIR BA'DA SHALAT (Bagian I)


Para ulama telah berijma' disunnahkannya berdzikir seusai shalat. Dalam masa-lah ini terdapat banyak sekali hadits-hadits shahih yang beraneka ragam, kami sebutkan sebagian darinya. Di antara yang paling penting adalah:
Kami meriwayatkan dalam Sunan at-Tirmidzi dari Abu Umamah radiyallahu 'Anhu , dia berkata,

قِيْلَ لِرَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه وسلم: أَيُّ الدُّعَاءِ أَسْمَعُ؟ قَالَ: جَوْفَ اللَّيْلِ اْلآخِرِ، وَدُبُرَ الصَّلَوَاتِ الْمَكْتُوْبَاتِ
.
"Rasulullah Sallallahu 'Alaihi Wasallam ditanya, 'Doa apakah yang lebih didengar (dikabulkan)?' Nabi menjawab, 'Doa tengah malam yang terakhir dan setelah shalat fardhu'." (Shahih, kecuali ucapannya, "setelah shalat fardhu," ia munkar, diriwayatkan oleh at-Tirmidzi – Kitab ad-Da'awat- Bab, 5/526 no. 3499; an-Nasa`i dalam Amal al-Yaumi Wa al-Lailah no.108: dari jalan Ibnu Juraij, dari Abdurrahman bin Sabith, dari Abu Umamah dengan hadits tersebut.
At-Tirmidzi berkata, "Ini adalah hadits hasan." Al-Asqalani dalam Amali al-Adzkar 3/30 – Futuhat, mengkritiknya dan berkata, "Apa yang dikatakan kurang tepat, karena ia mempunyai beberapa illat, di antaranya adalah terputusnya sanad antara Ibnu Sabith dan Abu Umamah. " Ibnu Ma'in berkata, "Abdurrahman bin Sabith tidak mendengar dari Abu Umamah. Illat lainnya adalah riwayat Ibnu Juraij dari Ibnu Sabith dengan 'dari'. Illatnya yang lainnya lagi adalah syudzudz karena dasar hadits ini hadir dari lima orang kawan Abu Umamah dari riwayat Abu Umamah, sahabat Nabi dari Amru bin Abasah. Semuanya hanya menyebutkan penggalan yang pertama."
Aku berkata, "Ini adalah penyelisihan pada sanad dan matan sekaligus. Dari sini maka penggalan yang pertama dari hadits adalah shahih sebagaimana yang diisyaratkan oleh al-Hafizh dari riwayat Abu Dawud Kitab ash-Shalah, Bab Man Rakhkhasha Fihima, 1/409, 1277; at-Tirmidzi, Kitab ad-Da'awat, Bab, 5/569, no. 3579; an-Nasa`i, Kitab al-Mawaqit, Bab an-Nahy An ash-Shalah Ba'da al-Ashr, 1/279, no. 571; ath-Thabrani dalam ad-Dua' no. 128 dan 129, al-Baihaqi 2/455 dari beberapa jalan, dari Abu Umamah, dari Amr bin Abasah dengan hadits tersebut. Ia mempunyai syawahid, di antaranya hadits Ibnu Umar di Abu Ya'la no. 5682 dengan sanad yang terputus. Hadits Ibnu Auf di ath-Thabrani 1/133 no. 279 juga dengan sanad yang terputus dan dari syawahid tersebut tidak ada yang mendukung penggalan kedua dari hadits di atas. Jadi ia tetap dalam kedhaifannya, oleh karena itu Ibnul Qayyim dalam Zad al-Maad 1/257 berkata, "Adapun doa ba'da salam dari shalat dengan menghadap kiblat atau menghadap makmum, maka hal itu bukan termasuk petunjuk Nabi sama sekali, tidak pula diriwayatkan darinya dengan sanad yang shahih atau hasan." Aku berkata, "Inilah yang benar, insya Allah karena yang disyariatkan setelah shalat adalah dzikir tertentu bukan doa yang mutlak." ), At-Tirmidzi berkata, "Hadits hasan."
Kami meriwayatkan dalam Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim dari Ibnu Abbas radiyallahu 'Anhuma, dia berkata,

كُنْتُ أَعْرِفُ اِنْقِضَاءَ صَلاَةِ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه وسلم بِالتَّكْبِيْرِ.
"Aku mengetahui selesainya shalat Rasulullah Sallallahu 'Alaihi Wasallam dengan takbir." (Diriwayatkan oleh al-Bukhari, Kitab al-Adzan, Bab adz-Dzikr Ba'da ash-Shalah, 2/324, no. 841 dan 842; dan Muslim, Kitab al-Masajid, Bab adz-Dzikr Ba'da ash-Shalah, 1/410, no. 583).
Dalam riwayat Muslim, "Kami."
Dalam riwayat lain dalam Shahih keduanya dari Ibnu Abbas radiyallahu 'Anhu,

أَنَّ رَفْعَ الصَّوْتِ بِالذِّكْرِ حِيْنَ يَنْصَرِفُ النَّاسُ مِنَ الْمَكْتُوْبَةِ كَانَ عَلَى عَهْدِ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه وسلم. وَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ: كُنْتُ أَعْلَمُ إِذَا انْصَرَفُوْا بِذلِكَ إِذَا سَمِعْتُهُ.
"Bahwa mengeraskan dzikir ketika orang-orang selesai dari shalat fardhu sudah terjadi sejak masa Rasulullah Sallallahu 'Alaihi Wasallam." Ibnu Abbas berkata, "Aku mengetahui bahwa mereka selesai (dari shalat), apabila aku mendengarnya." (An-Nawawi berkata, "Asy-Syafi'i menafsirkan hadits ini bahwa mereka mengeraskannya dalam jangka waktu yang pendek demi mengajarkan sifat dzikir bukan berarti mereka terus menerus mengeraskannya. Dan pendapat yang terpilih adalah bahwa imam dan makmum menyamarkan dzikir, kecuali jika demi tuntutan pengajaran." Ini adalah ucapan an-Nawawi dan disetujui oleh al-Asqalani di al-Fath 2/326 dan inilah yang benar, insya Allah).
Kami meriwayatkan dalam Shahih Muslim (Kitab al-Masajid, Bab Istihbab adz-Dzikr Ba'da ash-Shalah, 1/414, no. 591) dari Tsauban radiyallahu 'Anhu, dia berkata,

كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم إِذَا انْصَرَفَ مِنْ صَلاَتِهِ، اِسْتَغْفَرَ ثَلاَثًا، وَقَالَ: اَللّهُمَّ أَنْتَ السَّلاَمُ، وَمِنْكَ السَّلاَمُ، تَبَارَكْتَ يَاذَا الْجَلاَلِ وَاْلإِكْرَامِ.
"Apabila Rasulullah Sallallahu 'Alaihi Wasallam selesai shalat, beliau beristighfar tiga kali dan mengucapkan, 'Ya Allah, Engkau pemberi keselamatan dan dariMu keselamatan, Mahasuci Engkau wahai Tuhan yang Mahaagung dan Mahamulia."
Al-Auza'i, salah seorang rawi hadits ditanya, "Bagaimana bunyi istighfar?" Dia men-jawab, "Kamu mengucapkan 'Astaghfirullah'." (Kitab al-Masajid, Bab Istihbab adz-Dzikr Ba'da ash-Shalah, 1/414, no. 591). Bersambung......!!!

Sumber : Ensiklopedia Dziikir Dan Do’a, Imam Nawawi, Pustaka Sahifa Jakarta. Disadur oleh Wandy Hazar S.Pd.I.

BAB DOA SETELAH TASYAHUD AKHIR (Bagian II)

<!-- --- HEADER selesai --->
Kami meriwayatkan dalam Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim dari Abdullah bin Amr bin al-Ash, dari Abu Bakar ash-Shiddiq radiyallahu 'Anhu bahwa dia berkata kepada Rasulullah Sallallahu 'Alaihi Wasallam, "Ajarkanlah kepadaku sebuah doa yang aku ucapkan di dalam shalatku." Nabi Sallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, "Ucapkanlah,

اَللّهُمَّ إِنِّي ظَلَمْتُ نَفْسِى ظُلْمًا كَثِيْرًا، وَلاَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إِلاَّ أَنْتَ، فَاغْفِرْ لِي مَغْفِرَةً مِنْ عِنْدِكَ، وَارْحَمْنِي، إِنَّكَ أَنْتَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
“Ya Allah, sesungguhnya aku menganiaya diriku dengan sangat banyak dan tidak ada yang mengampuni dosa-dosa kecuali Engkau, oleh karena itu ampunilah dosa-dosaku, dan berilah rahmat kepadaku. Sesungguhnya Engkau Maha Pengampun dan Maha Penyayang'." (Diriwayatkan oleh al-Bukhari, Kitab al-Adzan, Bab ad-du'a` Qabla as-Salam, 2/317, no. 834; dan Muslim, Kitab adz-Dzikr, Bab Istihbab Khafdhi ash-Shaut, 4/2078, no. 2705) Begitulah kami mengharakatinya ظُلْمًاكَثِيْرًا dengan tsa' dalam mayoritas riwayat dan di sebagian riwayat Muslim. كَبِيْرًا dengan ba'. Keduanya baik, (Al-Asqalani dalam Amali al-Adzkar 13/16 – Futuhat berkata, "Muslim menjelaskan bahwa riwayat كَبِيْرًا dengan ba' bertitik satu ada padanya dari riwayat Muhammad bin Rumh dari al-Laits. Dan tidak tercantum padanya dan pada selainnya kecuali dengan tsa'. Benar ia diriwayatkan oleh Ahmad dari salah satu jalan dari Ibnu Lahi'ah dan secara jelas dia menyatakan bahwa ia padanya dengan ba') maka sepatutnya digabungkan dengan mengatakan ظُلْمًا كَثِيْرًا كَبِيْرًا. (Ibnu Allan dalam al-Futuhat 3/16 berkata, "Al-Iz bin Jamaah membantahnya dan diikuti oleh az-Zarkasyi dan lain-lain bahwa Nabi Sallallahu 'Alaihi Wasallam tidak mengucapkan keduanya. Cara menggabungkannya adalah dengan mengucapkan ini di satu waktu dan itu di waktu yang lain, ittiba' bisa diwujudkan dengan itu, bukan dengan mengumpulkannya) Al-Bukhari dalam Shahihnya, al-Baihaqi (Al-Bukhari memberikannya judul, "Bab ad-Du'a` Qabl aas-Salam (bab doa sebelum salam)", sedangkan al-Baihaqi 2/154 memberikannya judul dengan, "Bab Ma Yustahabbu Lahu An Yaqshuru Anhu Min ad-Du'a` Qabla as-Salam (Bab yang disunnahkan baginya untuk selalu berdoa dengannya sebelum salam”) dan imam-imam yang lain berdalil dengan hadits ini untuk doa di akhir shalat dan itu adalah pengambilan dalil yang shahih, karena ucapannya, 'Di dalam shalatku' mencakup semuanya dan di antara tempat doa yang baik di dalam shalat adalah di sini.
Kami meriwayatkan dengan sanad shahih dalam Sunan Abu Dawud dari Abu Shalih Dzakwan dari sebagian sahabat Nabi Sallallahu 'Alaihi Wasallam dia berkata, "Nabi Sallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda kepada seorang laki-laki,

كَيْفَ تَقُوْلُ فِي الصَّلاَةِ؟ قَالَ: أَتَشَهَّدُ وَأَقُوْلُ: اَللّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ الْجَنَّةَ، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنَ النَّارِ. أَمَّا إِنِّيْ لاَ أَحْسِنُ دَنْدَنَتَكَ وَلاَ دَنْدَنَةَ مُعَاذٍ. فَقَالَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم : حَوْلَهَا نُدَنْدِنُ.
"Apa yang kamu ucapkan di dalam shalat?" Dia menjawab, "Aku bertasyahud dan mengucapkan, 'Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepadaMu, agar dimasukkan ke surga dan aku berlindung kepadaMu dari neraka.' Karena aku tidak bisa menirukan gumamanmu dan gumaman Muadz." Nabi Sallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, "Seputar itulah kami bergumam." (Shahih: Diriwayatkan oleh Ahmad 3/474; Ibnu Majah, Kitab Iqamat ash-Shalah, Bab Ma Yuqalu Fi at-Tasyahhud, 1/295, no. 910 dan 3847; Abu Dawud, Kitab ash-Shalah, Bab Takhfif ash-Shalah, 1/270, 792; Ibnu Khuzaimah no. 720; Ibnu Hibban no.868 dari jalan Zaidah dan Jarir: dari al-A'masy, Za`idah berkata, "Dari seorang laki-laki dari sahabat Nabi." Jarir berkata, "Dari Abu Hurairah dengan hadits tersebut."
Ini adalah sanad shahih berdasarkan syarat imam yang enam, tidak diketahuinya seorang sahabat tidak berpengaruh buruk, lebih dari itu dia telah diketahui dari jalan yang lain. Kemudian ia memiliki syahid dari hadits Sulaim (seorang laki-laki dari Bani Salimah) di Ahmad 5/74, rawi-rawinya adalah tsiqat, akan tetapi sanadnya terputus. Ada pula syahid lain dari hadits Jabir di Abu Dawud (ibid, no. 793) dengan sanad hasan).
ُ
Ad-Dandanah adalah ucapan yang tidak dipahami artinya. Makna 'seputar itulah kami bergumam' yakni seputar surga dan neraka atau seputar permohonan keduanya, yang pertama adalah permohonan permintaan dan kedua permohonan perlindungan. Wallahu a'lam. Di antara doa yang dianjurkan di setiap tempat adalah,

اَللّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ الْعَفْوَ وَالْعَافِيَةَ. اَللّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالتُّقَى وَالْعَفَافَ وَالْغِنَى.
"Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepadaMu maaf dan keselamatan. Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepadaMu hidayah ketakwaan, sikap menahan diri dan kekayaan." Wallahu a'lam.

Sumber : Ensiklopedia Dziikir Dan Do’a, Imam Nawawi, Pustaka Sahifa Jakarta. Disadur oleh Wandy Hazar S.Pd.I.

BAB DOA SETELAH TASYAHUD AKHIR (Bagian I)

Ketahuilah bahwa doa ba'da tasyahud akhir adalah disyariatkan tanpa ada perbedaan pendapat.
Kami meriwayatkan dalam Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim dari Abdullah bin Mas'ud radiyallahu 'Anhu bahwa Nabi mengajarkan tasyahud kepada mereka kemudian di akhirnya Nabi Sallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, "Kemudian dia memilih doa." Dalam riwayat al-Bukhari, "Memilih doa yang disukainya dan berdoa dengannya." Dalam riwayat-riwayat Muslim, "Kemudian hendaknya dia memilih doa (permohonan) yang dia sukai." (Diriwayatkan oleh al-Bukhari, Kitab al-Adzan, Bab Ma Yatakhaiyar Min ad-Du'a` Ba'da at-Tasyahhud, 2/320, no. 835; dan Muslim, Kitab ash-Shalah, Bab at-Tasyahhud Fi ash-Shalah, 1/301, no. 402).
Ketahuilah bahwa doa ini disunnahkan dan tidak wajib, (Ini tidak diterima semuanya karena sebagian ulama berpendapat diwajibkannya berta'awudz dari empat perkara yang akan hadir di hadits Abu Hurairah no. 190 karena Nabi melakukannya, memerintahkannya dan mendorong kepadanya, beliau mengajarkannya kepada sahabat-sahabatnya seperti beliau mengajarkan surat al-Qur`an kepada mereka. Zahir hadits menguatkan pendapat ini. Benar apa yang lebih dari itu dianjurkan, tidak wajib) dan disunnahkan memanjangkannya kecuali apabila dia sebagai imam. Dia boleh berdoa dengan apa pun yang dia sukainya dari perkara dunia dan akhirat. Dia boleh berdoa dengan doa-doa yang ma'tsur, boleh pula berdoa dengan doa yang dibuatnya sendiri, tetapi yang ma'tsur adalah lebih utama, kemudian di antara yang ma'tsur ada yang hadir khusus setelah tasyahud ini dan ada pula yang hadir di selainnya, dan yang afdhal adalah yang pertama.
Di tempat ini terdapat doa-doa yang banyak lagi shahih.
Di antaranya adalah apa yang kami riwayatkan dalam Shahih al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah radiyallahu 'Anhu, dia berkata, "Rasulullah Sallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda :

إِذَا فَرَغَ أَحَدُكُمْ مِنَ التَّشَهُّدِ ِاْلأَخِيْرِ؛ فَلْيَتَعَوَّذْ بِاللهِ مِنْ أَرْبَعٍ: مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ، وَمِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ، وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ وَمِنْ شَرِّ الْمَسِيْحِ الدَّجَّالِ.
”Apabila salah seorang dari kalian selesai dari tasyahud akhir, maka hendaknya dia berlindung kepada Allah dari empat perkara: dari azab Jahanam, dari azab kubur, dari fitnah kehidupan dan kematian dan dari keburukan fitnah al-Masih Dajjal'." (Diriwayatkan oleh al-Bukhari, Kitab al-Jana`iz, Bab at-Ta'awwudz Min Adzab al-Qabr, 3/241, no. 1377; dan Muslim, Kitab al-Masajid, Bab Ma Yusta'adzu Minhu Fi ash-Shalah, 1/412, no. 588) Diriwayatkan oleh Muslim dari banyak jalan. Dalam riwayat lain darinya,

اَللّهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ، وَمِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ، وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ وَمِنْ شَرِّ الْمَسِيْحِ الدَّجَّالِ.
"Ya Allah sesungguhnya aku berlindung kepadaMu dari siksa Neraka Jahanam, dari siksa kubur, dari fitnah kehidupan dan kematian dan dari keburukan fitnah Dajjal al-Masih."
Kami meriwayatkan dalam Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim (Diriwayatkan oleh al-Bukhari, Kitab al-Adzan, Bab ad-Du'a` Qabla as-Salam, 2/317, 832; dan Muslim, Kitab al-Masajid, Bab Ma yusta'adzu Minhu Fi ash-Shalah, 1/411, no. 587 dan 589) dari Aisyah radiyallahu 'Anha bahwa Nabi Sallallahu 'Alaihi Wasallam berdoa di dalam shalat,

اللّهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الْمَسِيْحِ الدَّجَّالِ، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ، اللّهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْمَأْثَمِ وَالْمَغْرَمِ.
"Ya Allah sesungguhnya aku berlindung kepadaMu dari azab kubur, aku berlindung kepadaMu dari fitnah al-Masih Dajjal, aku berlindung kepadaMu dari fitnah kehidupan dan kematian. Ya Allah sesungguhnya aku berlindung kepadaMu dari dosa dan hutang."
Kami meriwayatkan dalam Shahih Muslim (Ibid, 1/412 no. 588 ia adalah penggalan dari hadits yang panjang) dari Ali radiyallahu 'Anhu, dia berkata, "Apabila Rasulullah Sallallahu 'Alaihi Wasallam berdiri shalat, maka ucapan terakhir yang beliau ucapkan di antara tasyahud dan salam adalah,

اَللّهُمَّ اغْفِرٍلِيْ مَا قَدَّمْتُ وَمَا أَخَّرْتُ، وَمَا أَسْرَرْتُ وَمَا أَعْلَنْتُ، وَمَا أَسْرَفْتُ، وَمَا أَنْتَ أَعْلَمُ بِهِ مِنِّي أَنْتَ الْمُقِّدِمُ وَأَنْتَ الْمُؤَخِّرُ، لاَ إِلـهَ إِلاَّ أَنْتَ.
“Ya Allah ampunilah dosa yang telah aku lakukan dan yang aku akhirkan, apa yang aku rahasiakan dan apa yang aku tampakkan, apa yang aku lakukan secara berlebih-lebihan dan apa yang Engkau lebih mengetahuinya daripada aku. Engkau yang mendahulukan dan mengakhirkan, tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Engkau'." Bersambung.....!!!


Sumber : Ensiklopedia Dziikir Dan Do’a, Imam Nawawi, Pustaka Sahifa Jakarta. Disadur oleh Wandy Hazar S.Pd.I.

BAB DOA YANG DIUCAPKAN APABILA SESEORANG BERBICARA KEPADANYA SEMENTARA DIA SEDANG SHALAT

Kami meriwayatkan dalam Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim dari Sahl bin Sa'ad as-Sa'idi bahwa Rasulullah Sallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda :

مَنْ نَابَهُ شَيْءٌ فِي صَلاَتِهِ، فَلْيَقُلْ: سُبْحَانَ اللهُ.
"Barangsiapa didatangi (didekati) sesuatu (seseorang) di dalam shalatnya, maka hendaknya dia mengucapkan subhanallah." (Diriwayatkan oleh al-Bukhari, Kitab al-Adzan, Bab Man Dakhla Li Ya`ummu an-Nas, 2/167, no. 684; dan Muslim, Kitab Iqamat ash-Shalah, Bab Taqdim al-Jama'ah Man Yushalli Bihim, 1/316, 421).
Dalam riwayat lain dalam ash-Shahih,

إِذَا نَابَكُمْ أَمْرٌ، فَلْيُسَبِّحِ الرِّجَالُ، وَلْتُصَفِّقِ النِّسَاءُ.
"Apabila kalian didatangi suatu perkara, maka hendaknya kaum laki-laki bertasbih dan kaum wanita bertepuk tangan."
Dalam riwayat lain terdapat,

اَلتَّسْبِيْحُ لِلرِّجَالِ، وَالتَّصْفِيْقُ لِلنِّسَاءِ.
"Tasbih adalah untuk laki-laki dan bertepuk tangan adalah untuk perempuan."


Sumber : Ensiklopedia Dziikir Dan Do’a, Imam Nawawi, Pustaka Sahifa Jakarta. Disadur oleh Wandy Hazar S.Pd.I.

Jumat, 18 Juni 2010

Membaca Al Fatihah

Terjemah Taisirul ‘Allam Syarah ‘Umdatul Ahkam, hadits ke-94
عَنْ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ رضي الله عنه أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: ((لاَ صَلاَةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ)).
Dari Ubadah bin Shamit rodhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tidak sah shalatnya orang yang tidak membaca Faatihatul kitab (Al Fatihah).”
Makna Secara Global
Surat Al Fatihah adalah Ummul Qur`an (Induknya Al Qur`an) dan Ruhnya Al Qur`an karena di dalamnya terkumpul macam-macam pujian, sifat-sifat yang tinggi bagi Allah subhanahu wa ta’ala, penetapan tentang kerajaan dan kekuasaan-Nya, adanya hari kiamat dan hari pembalasan, demikian pula ibadah serta niat. Terkandung pula di dalamnya macam-macam Tauhid dan beban syariat. Juga mengandung doa yang paling utama dan permintaan yang paling mulia, yaitu permintaan agar selamat dari jalannya orang-orang yang menentang dan yang sesat menuju jalannya orang-orang yang berilmu dan orang-orang yang mengamalkan ilmunya.

Sepuluh Wasiat untuk Istri yang Mendambakan “Keluarga Bahagia tanpa Problema”

Berikut ini sepuluh wasiat untuk wanita, untuk istri, untuk ibu rumah tangga dan ibunya anak-anak yang ingin menjadikan rumahnya sebagai pondok yang tenang dan tempat nan aman yang dipenuhi cinta dan kasih sayang, ketenangan dan kelembutan.

Wahai wanita mukminah!
Sepuluh wasiat ini aku persembahkan untukmu, yang dengannya engkau membuat ridla Tuhanmu, engau dapat membahagiakan suamimu dan engkau dapat menjaga tahtamu.
Wasiat Pertama: Takwa kepada Allah dan menjauhi maksiat
Bila engkau ingin kesengsaraan bersarang di rumahmu dan bertunas, maka bermaksiatlah kepada Allah!!
Sesungguhnya kemaksiatan menghancurkan negeri dan menggoncangkan kerajaan. Maka janganlah engkau goncangkan rumahmu dengan berbuat maksiat kepada Allah dan jangan engkau seperti Fulanah yang telah bermaksiat kepada Allah… Maka ia berkata dengan menyesal penuh tangis setelah dicerai oleh sang suami: “Ketaatan menyatukan kami dan maksiat menceraikan kami…”
Wahai hamba Allah… Jagalah Allah niscaya Dia akan menjagamu dan menjaga untukmu suamimu dan rumahmu. Sesungguhnya ketaatan akan mengumpulkan hati dan mempersatukannya, sedangkan kemaksiatan akan mengoyak hati dan mencerai-beraikan keutuhannya.
Karena itulah, salah seorang wanita shalihah jika mendapatkan sikap keras dan berpaling dari suaminya, ia berkata “Aku mohon ampun kepada Allah… itu terjadi karena perbuatan tanganku (kesalahanku)…”
Maka hati-hatilah wahai saudariku muslimah dari berbuat maksiat, khususnya:

Hukum Qunut Subuh

Pertanyaan :
Salah satu masalah kontraversial di tengah masyarakat adalah qunut Shubuh. Sebagian menganggapnya sebagai amalan sunnah, sebagian lain menganggapnya pekerjaan bid’ah. Bagaimanakah hukum qunut Shubuh sebenarnya ?
Jawab :
Dalam masalah ibadah, menetapkan suatu amalan bahwa itu adalah disyariatkan (wajib maupun sunnah) terbatas pada adanya dalil dari Al-Qur’an maupun As-sunnah yang shohih menjelaskannya. Kalau tidak ada dalil yang benar maka hal itu tergolong membuat perkara baru dalam agama (bid’ah), yang terlarang dalam syariat Islam sebagaimana dalam hadits Aisyah riwayat Bukhary-Muslim :
مَنْ أَحْدَثَ فِيْ أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَد ٌّ. وَ فِيْ رِوَايَةِ مُسْلِمٍ : ((مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمُرُنَا فَهُوَ رَدَّ
“Siapa yang yang mengadakan hal baru dalam perkara kami ini (dalam Agama-pent.) apa yang sebenarnya bukan dari perkara maka hal itu adalah tertolak”. Dan dalam riwayat Muslim : “Siapa yang berbuat satu amalan yang tidak di atas perkara kami maka ia (amalan) adalah tertolak”.
Dan ini hendaknya dijadikan sebagai kaidah pokok oleh setiap muslim dalam menilai suatu perkara yang disandarkan kepada agama.
Setelah mengetahui hal ini, kami akan berusaha menguraikan pendapat-pendapat para ulama dalam masalah ini.
Uraian Pendapat Para Ulama

Hadist-hadist Tentang Keutamaan Surah Yasin, Satupun Tidak Ada yang Shohih (Bag. 1)

Hadist pertama :
عن معقل بن يسار رضي الله عنه: أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: “قلب القرآن ((يس))، لا يقرؤها رجل يريد الله والدار الآخرة: إلا غفر الله له، اقرؤها على موتكم.”
Artinya : “Hati al Qur`aan adalah “Yaasin”, tidaklah membacanya seorang lelaki yang menginginkan Allah dan kehidupan akhirat; kecuali Allah Ta`aala akan memberikan ampunan baginya, bacakanlah “Yaasin” itu atas orang yang meninggal diantara kalian.”
Asy Syaikh al Albaaniy rahimahullah telah berkata : “Hadist ini dho`iif (lemah), diriwayatkan oleh: Ahmad, Abu Daawud, an Nasaaiiy dan lafadz ini bagi an Nasaaiiy , dan Ibnu Maajah, dan al Haakim dan dishohihkan olehnya.[1]
Hadist kedua :
“إن لكل شيء قلبا، وقلب القرآن ((يس))، ومن قرأ ((يس)): كتب الله له بقراءتها قراءة القرآن عشر مرات.”
Artinya : “Sesungguhnya bagi segala sesuatu ada hati, dan hati al Qur`aan adalah “Yaasin”, dan barang siapa membaca “Yaasin”: Allah Tabaaraka wa Ta`aala menuliskan baginya dengan bacaannya itu seperti membaca al Qur`aan sepuluh kali.”
Ada tambahan riwayat :
“دون ((يس)).”
“Tanpa disebutkan “Yaasin.” [2]
Berkata asy Syaikh al Albaaniy rahimahullahu Ta`aala : Hadist ini Maudhuu` (palsu).
Berkata Abu `Iisaa (al Imam at Tirmidziy) : “Hadist ini hasan ghariib tidak kami ketahui kecuali hadist dari Humeiid bin `Abdurrahman, dan di Bashrah mereka tidak mengetahui dari hadist Qataadah kecuali dari jalan ini. Dan Haaruun Abu Muhammad seorang syaikh yang majhuul (tidak dikenal).
Berkata al Imam at Tirmidziy : telah menghadistkan kepada kami Abu Muusa Muhammad bin al Mutsanna; telah menghadistkan kepada kami Ahmad bin Sa`iid ad Daarimiy; telah menghadistkan kepada kami Qutaibah dari Humeid bin `Abdurrahman dengan hadist ini.

Rabu, 09 Juni 2010

Review Kajian Tafsir Al-Qur'an

Surat Al-Baqarah Ayat 8-16 Golongan Orang Munafik Bagian 1

Setelah pada awal surat al-Baqarah menyebutkan ciri-ciri orang beriman (1-5), kemudian dilanjutkan dengan golongan orang-orang kafir (6-7), Allah menerangkan tentang golongan orang munafik dengan konteks yang lebih panjang, yakni sejumlah 13 ayat (8-20). Begitu rumitnya memahami orang munafik itu sehingga Allah harus menjelaskan secara lebih terperinci dan lebih lengkap daripada ayat tentang golongan orang beriman dan orang kafir agar Rasulullah orang beriman lebih berhati-hati. Karena seungguhnya orang munafik itu menyimpan kekafirannya dalam hati, dan menampakkan keimanan dalam perilakunya.
Ayat 8 :
“Di antara manusia ada yang mengatakan: "Kami beriman kepada Allah dan hari kemudian," padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman.”

Diawali dengan menggunakan ( ﻤﻦ ) yang berarti litab’idiyyah menunjukkan sebagian, jadi tidak seluruhnya, dan dilanjutkan dengan ( ﺍﻠﻨﺎﺲ ) yang menggunakan alif laam ma’rifah, berarti menunjukkan kepada umat atau kelompok tertentu.
Dimanakah golongan tertentu tersebut? Yaitu di kota Madinah, karena di kota Mekkah hanya ada dua golongan saja, antara yang beriman dan yang kafir. Orang munafik muncul di kota Madinah yang dipelopori oleh seorang bangsawan yang bernama Abdullah bin Ubay bin Salul dan anak buahnya. Yang sesungguhnya mereka merasa tergeser kedudukannya setelah Nabi SAW hijrah ke Yasrib (Madinah). Jika seandainya Rasulullah SAW tidak hijrah ke Madinah, maka Ubay bin Salul itu akan menjadi penguasa di kota Madinah diatas suku-suku yang lain.

Selasa, 08 Juni 2010

AL FATIHAH AYAT 7

AlFatihah  Ayat  7
"
"Yaitu jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat, bukan jalan orang-orang yang Engkau murkai dan bukan pula jalan orang-orang yang sesat".
Dalam memilih jalan kehidupan, manusia terbagi menjadi tiga golongan. Golongan pertama ialah orang-orang yang memilih jalan Allah, dan meletakkan kehidupan pribadi dan masyarakat mereka di atas dasar undang-undang dan perintah-perintah yang telah Allah jelaskan di dalam Kitab-Nya. Golongan ini selalu tercakup oleh rahmat dan nikmat Ilahi yang khusus.
Golongan kedua berada di dalam keadaan yang berlawanan dengan golongan pertama. Mereka ini meskipun mengetahui adanya kebenaran, namun tetap saja menolak Allah bahkan lari menuju kepada selain-Nya. Mereka ini lebih mengutamakan hawa nafsu mereka, hasrat buruk orang-orang dekat dan keluarga serta masyarakat mereka daripada keinginan dan kehendak Allah SWT.

Kelompok ini secara perlahan memperlihatkan akibat-akibat perbuatan dan perilaku mereka di dalam keberadaan mereka. Sedikit demi sedikit mereka menjauh dari shirath al-mustaqhim dan bukan menuju ke arah rahmat Allah SWT dan rahmat-Nya. Mereka terpelosok masuk ke jurang kesengsaraan dan kesusahan serta menjadi sasaran kemurkaan dan kemarahan Ilahi yang disebut oleh ayat ini sebagai orang yang `maghdluubi 'alaihim`, orang-orang yang dimurkai.
Sementara itu, kelompok ketiga ialah orang-orang yang tidak memiliki jalan yang jelas dan tertentu. Mereka ini disebut sebagai orang-orang yang bingung dan tidak mengetahui. Di dalam ayat ini, mereka disebut sebagai `dlollin`, atau orang-orang yang sesat.
Dalam setiap salat kita mengatakan, `ihdinash shiraathal mustaqiim`, yang artinya, "Ya Allah tunjukilah kami jalan yang lurus". Jalan yang dilalui oleh para Nabi, auliya', orang-orang suci dan orang-orang yang lurus.  Mereka yang selalu berada di bawah curahan rahmat dan nikmat-nikmat khusus-Mu. Dan jauhkanlah kami dari jalan orang-orang yang telah menyimpang dari kemanusiaan dan menjadi sasaran kemurkaan-Mu, juga dari jalan orang-orang yang kebingungan dan sesat.
Siapakah orang-orang yang sesat itu? Di dalam Al Qur'an banyak kelompok dan kaum yang disebut dengan sebutan di atas. Di sini kita akan menyinggung salah satu contohnya yang jelas dan nyata.
Al Qur'an menyebut Bani Israil, yang sejarah kehidupan mereka berada di bawah kekuasaan Fir'aun hingga mereka diselamatkan oleh Nabi Musa AS, sebagai umat yang pernah memperoleh rahmat dan anugerah Allah yang tak terhingga berkat ketaatan mereka kepada perintah-perintah-Nya. Bahkan Allah SWT telah melebihkan mereka dari segenap bangsa di atas muka bumi. Hal ini dapat kita baca dalam ayat 47 surat Al-Baqarah yang artinya:
"Wahai Bani Israil, ingatlah nikmat-Ku yang ku berikan kepada kalian dan bahwa Aku telah mengutamakan kalian di atas segenap penghuni alam".
 Akan tetapi karena perbuatan dan tingkah mereka di kemudian hari, maka Bani Israil ini juga ditimpa murka Ilahi. Dalam hal ini Allah SWT berfirman,
`Wa baauu bi ghadlabin minallaah`. Artinya, "Merekapun ditimpa murka Allah". Karena para pemuka agama Yahudi suka mengubah-ubah ajaran-ajaran samawi di dalam kitab Taurat, `yuharriful kalima 'an mawaadli'ihi`. Selain itu, mereka juga suka memakan uang hasil riba dan perbuatan-perbuatan haram lainnya, `wa aklihimur riba` .
Kemudian, masyarakat umum Yahudi pun di kemudian harinya juga suka memburu kesenangan duniawi dan terbuai oleh kemewahan hidup sehingga mereka enggan berjuang membela agama dan tanah air. Karenanya, ketika Nabi Musa as mengajak mereka untuk berjuang mengusir penjajah dari tanah air mereka, mereka berkata, “Idzhab anta wa rabbuka faqaatilaa innaa hahunaa qoo'iduun”, artinya, “Pergilah kamu dan Tuhanmu untuk berperang, sedangkan kami akan menunggu di sini”.
Orang-orang yang tergolong baik diantara umat Yahudi ini juga diam tanpa berbuat sesuatu saat menyaksikan penyimpangan dan kesesatan ini. Akibatnya, kaum ini juga terperosok ke dalam jurang kehinaan padahal sebelumnya mereka berada di puncak kemuliaan
Beberapa hal berikut ini dapat kita jadikan sebagai pelajaran dari ayat yang telah kita pelajari ini.
Pertama, dalam memilih jalan yang  lurus, kita memerlukan teladan yang telah disebutkan oleh Allah di dalam ayat 69 surat An-Nisa', yaitu para Nabi, shiddiqiin (orang-orang yang mengakui kebenaran), syuhada' dan sholihin. Mereka adalah orang-orang yang selalu mendapatkan rahmat, inayah, dan nikmat-nikmat Allah SWT.
Kedua, meskipun segala sesuatu yang datang dari Allah SWT merupakan nikmat, namun kemurkaan Alah akan datang menimpa kita jika maksiat kita lakukan. Oleh karena itu, berkenaan dengan nikmat Ilahi, Al Qur'an mengatakan, `an'amta` artinya, "Engkau telah memberi nikmat". Namun, ketika berbicara tentang kemurkaan Al Qur'an tidak mengatakan `ghadlibta` yang artinya, "Engkau telah murka", melainkan mengatakan `maghdlubi alaihim`. Kata-kata  `maghdlubi alaihim  adalah sifat yang menunjukkan lebih kekalnya kemurkaan tersebut.

AL FATIHAH AYAT 6

AlFatihah  Ayat  6
"Tunjukilah kami jalan yang lurus"
Untuk kehidupan manusia terdapat bermacam-macam jalan. Jalan yang ditentukan sendiri oleh manusia berdasarkan keinginan dan tuntutan-tuntutan pribadi, jalan yang dilalui oleh masyarakat, jalan yang dilewati oleh orang-orang tua dan orang-orang bijak kita, jalan yang digariskan untuk masyarakat oleh para taghut dan penguasa lalim, jalan kelezatan lahiriyah duniawi, atau jalan uzlah atau pengasingan diri dari segala bentuk aktifitas sosial.
Di antara sekian banyak jalan dan berbagai cara hidup, apakah manusia tidak memerlukan petunjuk untuk dapat menemukan jalan yang lurus?  Allah telah mengutus para nabi dan menurunkan kitab-kitab samawi.  Dan hidayah kita terletak pada ketaatan dan kesungguhan kita dalam mentaati Rasulullah SAWW, Ahlul Bait, dan AlQuranul Karim.  Oleh sebab itulah dalam setiap salat kita memohon kepada Allah agar menunjuki kita jalan-Nya yang terang dan lurus.

Jalan lurus adalah jalan tengah dan moderat.  Jalan yang lurus berarti jalan keseimbangan dan kemoderatan di dalam segala urusan serta keterjauhan dari segala bentuk sifat ekstrim.  Sebagian orang dalam menerima pokok-pokok akidah mengalami penyimpangan, sementara sebagian yang lain dalam amal perbuatan dan akhlak, dan yang lain menisbatkan segala perbuatan kepada Allah sehingga menurut mereka manusia tak lagi memiliki kehendak dan peran dalam menentukan nasib sendiri.  Ada pula orang lain yang menganggap dirinyalah yang menentukan segala urusan dan pekerjaan sehingga menurut mereka Allah SWT tak lagi memiliki peran sama sekali.
Sebagian orang kafir menganggap para pemimpin agama Ilahi sebagai manusia biasa dan bahkan martabatnya lebih rendah lagi, sebagai orang gila, misalnya.  Di lain pihak, sebagian orang yang mengaku beriman menganggap beberapa nabi seperti Nabi Isa Al-Masih as sedemikian tinggi derajatnya sehingga mencapai batas ketuhanan.   Pikiran semacam ini menunjukkan penyimpang dari jalan yang lurus yang dicontohkan oleh Rasulullah SAWW dan Ahlul Bait as.
Al Qur'an Al Karim juga memerintahkan kita agar menjaga keseimbangan dan jalan tengah dalam urusan ibadah, ekonomi dan sosial. Beberapa ayat berikut ini adalah contoh yang akan kita tampilkan: Di dalam ayat 31 surat Al-A'raf, Allah SWT berfirman yang artinya:"Makan dan minumlah, akan tetapi janganlah kalian berlebihan". Di dalam ayat 110 surat Al-Isra' Allah SWT berfirman yang artinya: "Janganlah kalian meninggikan bacaan shalat kalian dan janganlah memelankannya. Carilah jalan tengah di antara keduanya". Demikian pula di dalam ayat 67 surat Al-Furqan, Allah SWT berfirman:  "Dan orang-orang yang jika menafkahkan harta, tidak berlebihan dan tidak pula terlalu kikir. Mereka mengambil jalan tengah di antara keduanmya".
Islam sangat menekankan agar anak berbakti dan berlaku baik terhadap kedua orang tuanya, dan berkata, `wabil waalidaini ihsaanaa` yang artinya, "Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua". Sungguhpun demikian, Al Qur'an juga mengatakan, `falaa thuti` humaa artinya, "Jangan engkau mentaati keduanya", yaitu ketika kedua orang tua mengajak kepada perbuatan tidak baik.
Kepada orang yang mengejar ibadah dengan mengasingkan diri dari masyarakat, atau orang yang beranggapan bahwa mengabdi kepada rakyat adalah satu-satunya ibadah, Al Qur'an mengajukan shalat dan zakat secara bergandengan dalam ayatnya yang berbunyi, `aqiimush shalata wa aatuz zakaah` artinya "Dirikanlah shalat dan keluarkanlah zakat".
Kita tahu bahwa salat adalah hubungan antara makhluk dengan Khaliq. Sedangkan zakat adalah hubungan antara sesama makhluk. Orang-orang beriman yang sebenarnya adalah mereka yang memiliki dua unsur sekaligus, yaitu daya tolak dan daya tarik. Di dalam ayat terakhir surat Al-Fath, Allah SWT berfirman,
"Muhammad adalah utusan Allah. Dan orang-orang yang bersamanya bersifat keras terhadap orang-orang kafir tetapi berlemah lembut terhadap sesama".
                Adapun poin yang dapat kita ambil sebagai pelajaran dari ayat ke 6 surat Al-Fatihah ini adalah sebagai berikut:
Pertama, jalan kebahagiaan adalah jalan yang lurus yaitu shirat al-mustustaqim. Karena:
 - Jalan Allah yang lurus bersifat tetap, berbeda dengan jalan-jalan atau cara hidup yang dibuat oleh manusia yang setiap saat berubah-ubah.
 - Jarak terpendek antara dua titik adalah garis lurus yang merupakan sebuah jalan yang tidak lebih dan sama sekali tidak memiliki belokan dan tanjakan. Sehingga dalam waktu yang sangat singkat ia akan membawa manusia sampai ke tujuan.
Kedua, dalam memilih jalan juga dalam usaha bertahan untuk tetap berada di atas jalan yang lurus, kita harus memohon pertolongan dari Allah. Karena kita selalu berada dalam ancaman kekeliruan dan kesesatan. Dan jangan dikira bahwa selama ini kita tidak pernah mengalami kesesatan dan penyimpangan dan kita pun akan selamanya berada di jalan yang lurus. Betapa banyak manusia di antara kita yang telah menghabiskan sebagian umurnya dengan iman, namun dia melupakan Allah ketika telah memperoleh kekayaan atau pangkat dan kedudukan.
Oleh karena pengenalan jalan yang lurus adalah pekerjaan yang sulit, maka ayat selanjutnya selain menampilkan para teladan bagi kita agar dapat mencontoh mereka dalam rangka menemukan jalan yang lurus ini, juga menampilkan orang-orang yang menyimpang dari jalan ini agar kita tidak tersesat seperti mereka.

AL FATIHAH AYAT 5

"Hanya Engkaulah yang kami sembah dan hanya kepada-Mu-lah kami meminta pertolongan."
Di dalam ayat-ayat yang lalu Allah telah kita kenal bahwa Dia itu Rahman dan Rahim serta Rabbul `Alamin juga Maliki Yaumiddin. Sementara oleh karena kehebatan ciptaan-Nya dan nikmat-nikmat-Nya yang tak terhitung yang Dia curahkan kepada kita, maka kita mengucapkan syukur dan pujian kepadanya dengan mengatakan Alhamdulillahi rabbil `alamin.
Sudah sepatutnyalah jika sekiranya kita menghadapkan diri kita kepadanya, dan seraya mengakui ketidakmampuan dan kelemahan kita maka kita juga mengatakan bahwa kita adalah hamba-hamba-Nya yang tulus. Kita ucapkan, Ya Allah, hanya dihadapan perintah-Mu-lah kami menundukkan kepala, bukan dihadapan perintah selain-Mu. Kami bukanlah hamba-hamba emas dan kekayaan duniawi juga bukan budak-budaknya kekuatan dan kekuasaan imperialis. 
Oleh karena solat yang merupakan manifestasi ibadah dan penyembahan Tuhan ditunaikan secara berjamaah maka umat Islam satu suara di dalam satu barisan secara kompak menyatakan 'iyyaaka na'budu wa iyyaaka nasta'iin' , yaitu bahwa bukan hanya aku melainkan kami semua adalah hamba-hamba-Mu dan kepada-Mulah kami memohon pertolongan.  Ya Allah bahkan ibadah yang kami tunaikan ini pun adalah berkat pertolongan-Mu.  Jika Engkau tidak menolong kami, niscaya kami akan menjadi hamba dan budak selain-Mu.
Kesimpulan yang dapat diambil sebagai pelajaran dari ayat ini ialah sebagai berikut: 
Pertama, meskipun undang-undang yang menguasai alam materi dan formula-formula fisika dan kimia kita yakini, namun semua itu berada di bawah kekuasaan Allah dan di bawah kehendak-Nya. Karenanya, kita harus berserah diri kepada Allah, bukan kepada alam.  Hanya kepada Allah kita memohon bantuan, termasuk dalam urusan materi. 
Kedua, jika dalam setiap solat dengan sepenuh hati dan khusyuk kita nyatakan bahwa kita hanya menghambakan diri kepada Allah, maka kita tidak akan menjadi orang yang congkak dan takabur.

AL FATIHAH AYAT 4

"Pemilik hari pembalasan."
Kata-kata 'din' berarti mazhab atau agama juga berarti pembalasan. Adapun yang dimaksudkan dengan Yaumiddin ialah Hari Qiyamat yang merupakan hari perhitungan pemberian pahala dan pembalasan.
Meskipun Allah SWT adalah pemilik dan penguasa dunia sekaligus pemilik Akhirat, namun kepemilikan dan kekuasaan-Nya di hari Qiyamat memiliki bentuk yang berbeda. Di hari itu tak ada siapa pun yang menguasai sesuatu. Harta kekayaan dan anak sama sekali tidak memiliki peran. Sahabat dan kerabat tak memiliki kekuasaan apapun. Bahkan seseorang tidak memiliki kekuasaan terhadap anggota tubuhnya sendiri. Lidah tak diizinkan untuk mengucapkan permohonan ampun. Tidak pula pikiran memiliki kesempatan untuk berpikir. Hanya Allah yang memiliki kekuasaan penuh di hari itu.
Dari ayat ini terdapat beberapa hal yang dapat kita pelajara.  Pertama, di samping harapakan akan rahmat Allah yang tak terbatas sebagaimana yang dipaparkan dalam ayat sebelumnya, kita juga harus merasa takut kepada perhitungan dan pembalasan hari kiamat.  Kedua, dengan beriman kepada hari kiamat kita tidak perlu cemas bahwa perbuatan-perbuatan baik kita tidak akan memperoleh balasan atau pahala.  Ketiga, Allah SWT Maha Mengetahui segala perbuatan baik dan buruk yang kita lakukan dan Dia Maha Mampu untuk memberikan balasan dan pahala.

AL FATIHAH AYAT 3

"Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang."
Allah yang kita imani ialah Wujud yang penuh kasih sayang, cinta, maaf dan ampunan. Contoh-contoh rahmat dan cinta-Nya terdapat di dalam kebesaran nikmat-nikmatNya yang tak terhingga untuk kita. Bunga-bunga yang indah berbau harum, buah-buahan yang manis dan lezat rasanya, berbagai bahan makanan yang lezat dan bergizi, bahan-bahan pakaian yang beraneka warna, dan lain sebagainya adalah anugerah yang diberikan Allah kepada kita.
Kecinta seorang ibu kepada anaknya Dia tanamkan di dalam sanubari ibu kita, sedangkan Allah sendiri memiliki cinta yang jauh lebih besar daripada kecintaan ibu kepada anaknya. Kemurkaan dan siksaannya pun datang dari tindakan Allah yang bertujuan memperingatkan dan adanya perhatian Allah terhadap kita. Bukannya karena sifat dendam atau niat menuntut  balas.
Oleh karena itu jika kita bertaubat dan menutupi kesalahan yang kita lakukan maka Allah pasti akan mengampuni dan menghapus kesalahan.  Dari ayat ini dapat kita ambil pelajaran bahwa Allah selalu mendidik dan memelihara segala yang maujud ini dengan rahmat dan mahabbah, karena di samping sifatnya sebagai Rabbul Alamin, penguasan dan pemeliharaan semesta alam, Dia juga menyebut diri-Nya sebagai Arrahman dan Arrahim, Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Oleh karena itu jika para pengajar dan pendidik ingin mendapatkan sukses, maka mereka harus bekerja berdasarkan mahabbah dan kasih sayang.

AL FATIHAH AYAT 2

"Segala puji hanya bagi Allah Tuhan seluruh Alam."
Setelah menyebut nama Allah, maka kalimat pertama yang kita ucapkan ialah syukur kepadanya. Allah Tuhan yang perkembangan dan kehidupan segala sesuatu di jagad raya dan alam semesta ini bersumber darinya, baik alam benda mati maupun benda hidup, baik yang ada di bumi maupun yang ada di langit. Dia-lah yang mengajarkan kepada lebah madu dari mana mencari makanan dan bagaimana cara membuat sarang. Dia juga mengajarkan kepada semut bagaimana menyimpan makanannya untuk musim dingin. Dia pulalah yang menumbuhkan batang-batang gandum yang penuh dengan biji-biji hanya dari sebutir gandum, juga menumbuhkan sebatang pohon apel dari sebutir biji apel. 

Minggu, 06 Juni 2010

AL FATIHAH AYAT 1

“Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.”
Sejak dahulu sudah menjadi kebiasaan di kalangan umat manusia bahwa pekerjaan-pekerjaan penting selalu dimulai dengan menyebut nama para pembesar mereka untuk mendapat berkah darinya. Umpamanya, para penyembah patung atau berhala, mencari berkah dengan nama atau dengan kehadiran para kepala negara. Akan tetapi, Dzat yang lebih besar diantara segala sesuatu yang besar adalah Allah SWT dimana kehidupan segala sesuatu yang hidup ini bermula dari-Nya.
            Bukan hanya kitab alam semesta, akan tetapi kitab syareat, yaitu Al-Quran dan semua kitab samawi dimulai dengan nama-Nya. Islam mengajarkan kepada kita agar pekerjaan-pekerjaan kita, yang kecil dan yang besar, makan dan minum, tidur dan bangun, bepergian dan menaiki kendaraan, berbicara dan menulis, kerja dan usaha, dan seterusnya hendaknya kita mulai dengan dengan menyebut nama Allah (Bismillah).

TAFSIR ALQUR'AN

Pendahuluan
Sebelumnya, patut diketahui bahwa seluruh materi yang  termuat dan akan terus dimuat dalam rubrik tafsir ini adalah rangkuman pelajaran tafsir Al-Quran untuk para pemula yang disajikan oleh Al-Allamah Hujjatul Islam wal Muslimin Syekh Muhsen Qiraati. Qiraati adalah ahli tafsir dari Iran yang sejak masa muda hingga usia kira-kira setengah abad sekarang banyak menghabiskan waktunya untuk kegiatan menulis dan berceramah di berbagai majlis pengajian ilmiah yang beliau adakan.  

Tak seperti umumnya ulama, dalam berceramah Qiraati yang membidangi ilmu tafsir  ini memiliki retorika khas  yang mudah dicerna oleh para audennya. Untuk itu, tak jarang beliau menyisipi keterangannya dengan humor-humor cerdas yang menambah gairah dan konsentrasi audennya. Kelebihan inilah yang membuat  Muhsen Qiraati yang pernah berkunjung ke Indonesia dan Malaysia ini tercatat dalam jajaraan ulama dan dai yang popular di tengah masyarakat sehingga pengajian-pengajian beliau selalu dipadati peminatnya yang mencakup kalangan tua dan muda, pria dan wanita dari berbagai elemen masyarakat.   
Dengan membaca tafsir yang dirangkum dari transkip pelajaran tafsir beliau untuk para pemula, kami harap anda dapat menemukan nuansa-nuansa baru makrifat Qurani dengan pendekatan yang mudah dan sederhana, namun berbobot. Untuk itu mari kita selami kandungan suci Al-Quran dengan memulainya dari tafsir surah yang sudah lama kita hafal dan kita baca dalam setiap solat lima rakaat yaitu, surah Alfatihah.
Di dunia modern dan era industri setiap produk semisal lemari es dan televisi oleh desainer dan produsennya  selalu disertai dengan buku petunjuk pemakaian dan perawatan untuk diberikan kepada para pembeli dan konsumennya. Buku ini memuat rincian tentang bagian luar dan dalam peralatan tersebut, juga cara penggunaan yang benar, hal-hal yang berbahaya bagi alat itu, dan sebagainya, agar konsumen dapat mempelajari dan  memanfaatkannya dengan baik dan benar, juga agar mereka dapat menghindari pantangan tertentu yang akan membuat barang tersebut cepat rusak.
            Manusia adalah perangkat yang sangat canggih yang telah diciptakan oleh Zat Yang Maha Pencipta lagi Maha Kuasa. Sedemikian rumitnya struktur tubuh dan jiwa kita sehingga kita tidak mampu mengenali hakikat diri kita sendiri, juga jalan kebahagiaan kita. Dari satu sisi, apakah kita ini lebih kecil dibanding dengan lemari es dan televisi, yang para perancang dan penciptanya berkewajiban menyertakan buku petunjuknya, sedangkan Pencipta kita tidak perlu menyajikan sebuah buku petunjuk kecil untuk kita?!!  Apakah kita tidak memerlukan buku petunjuk, yang menjelaskan keistimewaan-keistimewaan tubuh dan jiwa manusia, yang menerangkan segala kemampuan dan potensi-potensi yang telah diciptakan dalam wujudnya, dan menyebutkan cara-cara yang benar dalam penggunaan semua itu?
Text Box:             Yang lebih penting dari semuanya ialah penjelasan tentang bahaya-bahaya yang mengancam tubuh dan jiwa manusia, serta sumber-sumber kebinasaan dan kesengsaraannya secara terperinci? Dapatkah diterima, Allah yang menciptakan kita atas dasar rahmat dan mahabbah, lalu melepaskan kita begitu saja tanpa menerangkan jalan kebahagiaan dan cara mencapai kesejahteraan bagi kita? Al-Quran adalah ibarat sebuah buku petunjuk tentang manusia yang Allah kirimkan.
             Di dalam kitab petunjuk inilah Allah SWT menerangkan jalan kebahagiaan dan kesejahteraan, juga faktor-faktor kebinasaan dan kesengsaraan manusia. Hubungan baik kekeluargaan dan kemasyarakatan, masalah-masalah hukum dan akhlak, keperluan-keperluan jiwa dan raga, tugas-tugas individu dan sosial, adat istiadat yang benar dan yang menyimpang di dalam masyarakat manusia, perintah-perintah dan undang-undang keuangan serta perekonomian, dan berbagai topik lain yang berperan di dalam kebaikan atau kerusakan individu dan masyarakat, semua ini dijelaskan di dalam Kitab ini. Meskipun di dalam Al-Quran disebutkan juga kisah-kisah tentang kaum-kaum terdahulu, berbagai peristiwa peperangan dan pertempuran, sejarah kehidupan manusia-manusia, baik lelaki maupun perempuan, namun Al-Quran bukanlah sebuah buku cerita, melainkan kitab pelajaran bagi kehidupan kita saat ini. Oleh karena itu nama kitab ialah Al-Quran yang berarti bacaan. Sebuah kitab yang harus dibaca; hanya saja bukan sekedar dibaca dengan lidah, sebagaimana kitab pelajaran di sekolah-sekolah dasar. Ia adalah Kitab yang harus dibaca disertai dengan tafakkur dan tadabbur atau penghayatan, sebagaimana yang diminta oleh Al-Quran itu sendiri.
             Tujuan pembahasan kita ini ialah mengupas ajaran-ajaran Al-Quran Karim dalam bentuk terjamah dan penjelasan agar ketika membaca Al-Quranul Karim, Anda juga  dapat mengambil manfaat darinya untuk kehidupan di dunia. Kini marilah kita menghadapkan diri kita kepada Al-Quran, dan kita buka halaman pertama Kitab samawi ini. Surah pertama Al-Quranul Karim ialah Fatihatul Kitab. Di kalangan umum Surah ini dikenal dengan nama Surah Al-Hamdu. Oleh karena Al-Quranul Karim diawali oleh Surah ini, maka Surah ini pun dinamai Fatihatul Kitab yang artinya pembuka kitab.
              Kedudukan penting Surah yang tak memiliki lebih dari tujuh ayat ini tergambar dalam kewajiban membacanya dua kali di dalam setiap salat yang kita lakukan, dan salat akan batal tanpa membacanya. Surah yang merupakan pembukan Kitab Allah ini sendiri dimulai dengan sebuah ayat dimana setiap pekerjaan yang tidak didahului oleh ayat ini, maka pekerjaan tersebut tidak akan membawa kebaikan.

Rabu, 02 Juni 2010

Antara Cinta, Iman dan Akal


     Al-‘aqliyyuun yakin bahwa esensi manusia adalah “keberpikirannya”. Bagi mereka semakin sempurna seorang manusia, semakin sempurna pula pemikirannya. Karena itu insan kamil (manusia sempurna) menurut pandangan ini adalah orang yang paling sempurna nalarnya, dalam arti telah menyingkap rahasia wujud (keberadaan) sebagaimana kenyataannya. Tafakkur, -dalam pengertian rasionalnya-, merupakan satu aktifitas utama yang menghantarkan manusia mencapai tujuannya. Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi ulil – albaab. (Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi. Yaa Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” (QS Ali ‘Imran 190-191).
     Di sisi lain, para ‘urafa, meyakini bahwa esensi manusia adalah al-qalb (hati). Dalam pandangan ini ihsas(rasa) dan ‘isyq (Cinta) manusia mempunyai nilai lebih dibanding tafakkur – nya. Perlu dicatat di sini bahwa ‘isyq bukanlah dalam arti cinta seksual seperti cinta pada umumnya. Ada dua ciri ‘isyq  menurut para ‘urafa ;
  1. Cinta ini bergerak menuju kepada Allah. Ma’syuq (obyek yang dicintai)-nya hanyalah Allah SWT.
  2. Cinta ini mengalir pada semua yang maujud; bintang, bulan, matahari dan yang ada di sekalian alam.